RESENSI BUKU

Judul Buku                  : Ijtihad Membangun Basis Gerakan
Penulis                       : Amin Sudarsono
Tebal                         : 223 Halaman + xviii + cover
Terbit                         : Cetakan I, Juni 2010
Penerbit                     : Muda Cendekia,  Jakarta
Peresensi                   : Iman Herlambang ( AS E’10)



Keberadaan pemuda dalam kehidupan kemanusiaan sangat penting, karena mereka potensial untuk mewarnai perjalanan sejarah umat manusia. Pemuda adalah calon pemimpin masa yang akan datang. Merekalah yang akan merubah umat, menjadi baik dan jaya atau sebaliknya. Bila diarahkan secara baik, jiwanya tidak ternoda oleh lumpur kemaksiatan, sebaliknya terjaga kebersihannya, suci dalam fitrahnya, jauh dari unsur kehidupan yang merusak maka ia akan menjadi motor penggerak utama kesucian dan perbaikan. Kondisi generasi muda oleh karenanya merupakan parameter masa depan suatu bangsa. Apabila kondisi pemudanya baik akan baik pula kondisi bangsa tersebut di masa depan. Begitu pula sebaliknya.



Peranan pemuda sangatlah penting karena mereka mempunyai beberapa potensi diantaranya yaitu, bathul himmah fi at tasaaulat (membangkitkan semangat dalam bertanya/bersikap kritis), naqlul ajyaal (memindahkan dari generasi ke generasi), istibdaalul ajyaal (menukar/mengganti suatu generasi), tajdid maknawiyah al ummah (memperbaharui moralitas umat), dan anasir islah (unsur perubah). Risalah Islam atau apapun bentuk perubahan itu, hanya dapat dilaksanakan dengan optimal oleh para pemuda. Sepanjang perjalanan sejarah manusia dari Nabi Adam hingga Rasulullah SAW dan diteruskan hingga hari ini, membuktikan bahwa perubahan-perubahan senantiasa dipelopori oleh para pemuda. Pemuda potensial di masa sekarang ini adalah mereka yang berkumpul sebagai pelajar/mahasiswa.

Kehadiran pemuda atau mahasiswa ini sangat dielu-elukan bagi menyongsong suatu perubahan dan pembaharuan. Aksi reformasi di segala bidang juga peran pemuda dalam  membawa masyarakat madani. Perubahan yang dibawa oleh pemuda ini tidak mungkin dapat dibawa oleh orang tua ataupun anak-anak. Potensi yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa mampu membawa kkepada kejayaan yang hakiki .

Allah menganugerahi para pemuda dengan kekuatan fisik (jasmani) dan ketajaman daya pikir yang jauh lebih unggul dibanding dengan generasi tua, sebagai generasi yang telah memiliki pengalaman bertugas mendidik dan membina para pemuda dengan baik. Dari mereka diharapkan terbina generasi pemuda masa depan yang sholih. Sebab pemuda sholih adalah generasi harapan yang dibutuhkan oleh umat Islam, generasi yang senantiasa menyebarkan syiar Islam dengan dakwah dan jihad fi Sabilillah. Generasi masa depan yang memahami dan meyakini perannya dalam membangun umat di masa datang.

Dalam membangun gerakannya, mahasiswa muslim harus memahami dengan jelas arah pergerakannya, mau kemana ? dan oleh karenanya harus bagaimana ? dan bagaimana pula membangun basis pergerakan tersebut ? apa gerangan yang dimaksud dengan basis gerakan tersebut?

Amin Sudarsono dalam buku yang berjudul “Ijtihad Membangun Basis Pergerakan” ini, mengklasifikasikan basis gerakan tersebut melalui dua spektrum: software dan hardware.

Pembahasan mengenai “software” gerakan dimulai pada aspek yang paling mendasar yaitu ideologi. Menurut penulis, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Ideologi seakan-akan menjadi kacamata hidup.

Suatu ideologi untuk dapat terus bertahan di tengah tuntutan aspirasi masyarakat dan perkembangan modernitas dunia, setidaknya harus memiliki tiga dimensi : realita, idealisme, dan fleksibilitas. Ditinjau dari dimensi realitas, ideologi itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai riil hidup di dalam masyarakat, sedangkan apabila kita lihat dari dimensi idealisme, suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan apabila kita lihat dari segi fleksibilitas, artinya perlu ada pemikiran baru tanpa kehilangan nilai dasar atau hakikat dari ideologi itu untuk mengikuti perkembangan pemikiran baru tanpa kehilangan nilai dasar atau hakikat dari ideologi tersebut.

Selanjutnya penulis mengurai keharusan seorang pemuda dalam membangun software basis pergerakannya menjadi seorang yang mempunyai intelektual atau dalam kata lain menjadi pemuda yang intelek, intelek berarti istilah psikologi tentang daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berfikir. Kata intelek juga berkonotasi  untuk menyebut kaum terpelajar atau kaum cendekiawan. Konsep intelektual menurut Islam menunjuk pada kajian tentang konsep ulul albab, yang berarti ada kesinambungan antara kemampuan berfikir, merenung, dan membangun teori ilmiah dari realitas alam yang empiris dengan metode induktif dan deduktifnya namun sekaligus mampu mempertajam analisisnya dengan mengasah hati dan rasa melalui berzikir.

Software gerakan pemuda selanjutnya adalah bagaimana seorang pemuda mengerti akan perannya sebagai seorang negarawan dalam berpandangan secara politik. Terlebih sebagai muslim, pemuda harus mengetahui karakter-karakter apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang Muslim negarawan yang akan melakukan perubahan sosial dalam umat, dan bagaimana menghadapi tantangan Ghozwul Fikr dan kesetaraan Gender yang benar-benar menjadi salah satu faktor kemunduran umat saat ini.

Pada tahapan berikutnya, software tersebut harus dijalankan dalam bentuk-bentuk aksi nyata. Itulah yang kemudian disebut oleh Amin Sudarsono sebagai “hardware” gerakan.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa kampus adalah tempat lahirnya cadangan pemimpin masa depan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa tokoh-tokoh besar dan berpengaruh pernah digembleng di kampus. Soekarno-Hatta, misalnya. Kedua tokoh ini menjadi founding father bangsa ini, kampus adalah miniatur  suatu negara, menjadi tempat yang layak, karena didalamnya terdapat proses kaderisasi  untuk menyemai benih-benih pemimpin bangsa.

Maka mahasiswa harus dapat memanfaatkan potensi kampus ini untuk menjadikannya sebuah basis gerakan, tentunya dengan mengoptimalkan perannya di ranah politik kampus.

Amin Sudarsono menyebutkan beberapa keuntungan memasuki arena politik kampus, seperti kesempatan untuk menyuarakan kepentingan kita dan mayoritas mahasiswa konstituen dalam partai kampus, selanjutnya adalah kebijakan kampus dapat kita awasi, control, dan rekomendasikan karena kita punya wakil mahasiswa yang duduk di senat mahasiswa, dan yang terpenting adalah terciptanya kultur jujur dan amanah sehingga pengelolaan lembaga mahasiswa menghasilkan kultur positif.

Selanjutnya dalam menyuarakan aspirasinya mahasiswa akan melakukan apa yang disebut dengan aksi massa yang menjadi metode perjuangan mengandalkan kekuatan massa dalam menekan pemerintah atau pihak lain, untuk merubah kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendak massa.

Selain dengan aksi, hardware gerakan ini juga bias didapat dengan cara pengambilan keputusan melalui forum dan persidangan, dan disinilah seorang mahasiswa harus dapat menyuarakan aspirasinya dengan diskusi dan debat. Seperti apa yang dicontohkan Rasululloh SAW dalam tata cara bermusyawarah.

Dan dalam mengelola sebuah organisasi, mahasiswa dituntut untuk dapat berkomunikasi atau kurang lebih bagaimana caranya mahasiswa menyampaikan propagandanya beserta pesan-pesannya kempada publik. Penulis menyebut berbagai cara berkomunikasi seperti dengan komunikasi persuasif, cara pembuatan propaganda, memilih pesan yang disampaikan,  strategi pencitraan, dan bagaimana memanfaatkan media massa.

Dan di bagian akhir buku ini penulis mengelaborasi tentang pembacaan global atas realitas sosial religius masyarakat. Gagasan-gagasan yang diungkapkan penulis secara komperehensif pada inti buku ini yaitu pembahasan tentang software gerakan dan teknis hardware gerakan itu sendiri.

Dari sekian banyak wacana baru yang ditawarkan oleh buku ini, terselip sedikit kekurangan, yaitu kurangnya sistematisasi penulisan buku terutama di bagian akhir. Serpihan-serpihan gagasan ini masih terkesan “melompat-lompat” dari satu gagasan ke gagasan lainnya, walaupun masih dapat dipahami sebagai sebuah kesatuan ide.

Akan tetapi, dengan wacana dan gagasan kontekstual yang ditawarkan oleh penulisnya, kita masih bisa membaca buku ini secara utuh. Walaupun buku ini ditulis oleh seorang pemikir sekaligus aktivis KAMMI dan isinya lebih kurang ditunjukan bagi para mahasiswa agar mereka kembali terjun sebagai penggiat dan penggerak yang akan  membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Posting Komentar