Judul Buku :
PIDANA DAN PEMIDANAAN
Penulis :
Bambang Waluyo, S.H.
Tahun Terbit : 2000
Penerbit :
Sinar Grafika Jakarta
Tebal :
212 halaman
Peresume : Iman Herlambang
PIDANA DAN
PEMIDANAAN,
MEMUNCULKAN
SEMANGAT THE EQUALITY BEFORE LAW
DALAM
PENEGAKKAN HUKUM
A. Pidana,
Jenis Pidana, dan Tindakan
1. Hukum
Pidana
Secara
sederhana Hukum Pidana dapat dikemukakan sebagai hukum yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang
dapat dijatuhkannya kepada pelaku.
Hal
demikian menempatkan hukum pidana dalam pengertian hukum pidana materiil, dalam
pengertian lengkap yg dinyatakan oleh Prof. Satochid Kartanegara, S.H. bahwa
hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang berikut ini :
1. Perbuatan
yang dapat diancam hukuman misalnya :
a. Mengambil
barang milik orang lain
b. Dengan
sengaja merampas nyawa orang lain
2. Siapa-siapa
yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungjawaban
terhadap hukum pidana
3. Hukuman apa
yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang atau juga disebut hukum penetentiair
Seorang ahli hukum lainnya memberikan pengertian luas terhadap
hukum pidana, misalnya Prof. Moeljatno, S.H. dapat dikemukakan di sini bahwa
hukum pidana (Moeljatno:1977) adalah sebagai berikut :
a. Menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan
kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan
itu dpaat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan
dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
2. Jenis
Pidana dan Tindakan Bagi Orang Dewasa
Ada
yang menyebutkan kata pidana dengan hukuman, namun buku menggunakan istilah
pidana.
Pidana
adalah reaksi atas delik yang berwujud pada suatu nestapa yang dengan sengaja
ditimpakan negara pada pembuat delik (Prof.
Roeslan Sholeh, S.H. : 1962).
Dirumuskan
pula bahwa hukum (R. Soesilo, 1974 :30) adalah suatu perasaan tidak enak
(sengsara) yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis, kepada orang-orang yang
melanggar hukum.
Jadi,
dalam sistem hukum kita yang menganut asas praduga tak bersalah , pidana adalah
sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan berdasarkan pada vonis. Hakim melalui
siding peradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila
tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (WvS) telah menetapkan jenis-jenis pidana
yang termaktub dalam pasal 10. Diatur dalam dua pidana yaitu pidana pokok, dan
pidana tambahan.
Jenis-jenis
pidana menurut pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :
1. Pidana Pokok
meliputi :
a. Pidana mati
b. Pidana
penjara
c. Pidana
kurungan
d. Pidana denda
2. Pidana
tambahan meliputi :
a. Pencabutan
beberapa hak-hak tertentu
b. Perampasan
barang-barang tertentu
c. Pengumuman
putusan hakim.
Dalam kaitan jenis-jenis pidana, pemerintah berkali-kali
merumuskan perubahan atau penyempurnaan melalui rancangan KUHP. Perumusan
jenis-jenis pidana dalam naskah rancangan KUHP sering berubah. Misalnya pada
Rancangan KUHP tahun 1982/1983 disebutkan adanya pidana pemasyarakatan, tetapi
dalam Naskah Rancangan KUHP baru (hasil penyempurnaan tim intern Departemen
Kehakiman), pidana pemasyarakatan tidak ada. Yang ada pidana kerja sosial.
1. Pidana Mati
Menarik
untuk dipahami adalah jenis pidana mati, yang dalam rancangan KUHP baru disebut
bersifat khusus. Penerapan pidana mati dalam praktek sering menimbulkan
perdebatan di antara yang setuju dan yang tidak setuju.
Bagaimanapun
pendapat yang tidak setuju adanya pidana mati. Kenyataan yuridis formal pidana
mati memang dibenarkan. Ada beberapa pasal dalam KUHP yang berisi ancaman
pidana mati, seperti makar pembunuhan terhadap presiden (pasal 104), pembunuhan
berencana (pasal 340), dan sebagainya. Bahkan beberapa pasal KUHP mengatur
tindak pidana yang diancam pidana mati, misalnya :
a. Makar
membunuh kepala negara (pasal 104)
b. Mengajak
negara asing guna menyerang Indonesia (Pasa 111 ayat 2)
c. Memberi
pertolongan kepada musuh waktu Indonesia dalam perang (pasal 124, ayat 1)
d. Membunuh
kepala negara sahabat (pasal 140 ayat 1)
e. Pembunuhan
dengan direncanakan terlebih dahulu (pasal 140 ayat 1 dan pasal 340)
f.
Pencurian dengan kekerasan oleh
dua orang atau lebih berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan membongkar
dan sebagainya, yang menjadikan ada orang berluka berat atau mati, Pasal 365
ayat 4)
g. Pembajakan
di laut, di pesisir, di pantai, dan di kali sehingga ada orang mati, (pasal
444)
h. Dalam waktu
perang menganjurkan huru-huru, pemberontakan, dan sebagainya antara pekerja-pekerja
dalam perusahaan, pertahanan negara, (pasal 124 bis)
i. Dalam waktu perang menipu waktu
menyampaikan keperluan angkatan perang (pasal 127 dan 129)
j. Pemerasan dengan pemberatan
(pasal 368 ayat 2)
Di
luar KUHP pidana mati sering dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana subversi
(Undang-undang No. 11/PnPs/1963) dan pelaku tindak pidana narkotika
(Undang-Undang No. 9 tahun 1976).
2. Pidana
Penjara
Naskah rancangan KUHP baru selain mengatur pidana penjara ansich,
juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan :
a. Tidak
dijatuhkannya pidana penjara atas keadaan-keadaan tertentu, misalnya berusia di
bawah 18 tahun atau di atas 70 tahun
b. Pelepasan
bersyarat dan sebagainya.
Di bawah ini dapat disimak beberapa hal yang berhubungan dengan
pidana penjara yang dapat berubah menjadi jus constituendum, yaitu :
a. Pidana
penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
b. Jika dapat
dipilih antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup.
c. Jika
terpidana seumur hidup telah menjalani pidana paling kurang sepuluh tahun
pertama dengan berkelakuan baik, Menteri Kehakiman dapat mengubah sisa pidana
tersebut menjadi pidana penjara paling lama 15 tahun.
d. Pelepasan
bersyarat
3. Pidana Tutupan
Berlainan dengan pidana penjara, pada pidana tutupan hanya dapat
dijatuhkan apabila (rancangan KUHP):
a. Orang yang
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara, mengingat keadaan
pribadi dan perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.
b. Terdakwa
yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.
Pengecualian terhadap ketentuan di atas adalah jika cara melakukan
atau akibat dari perbuatan tersebut sedemikian rupa sehinggat terdakwa lebih
tepat untuk dijatuhi pidana penjara.
4. Pidana
Pengawasan
Pidana pengawasan merupakan jenis pidana baru yang sebelumnya
tidak diatur dalam KUHP. Penjatuhan pidana pengawasan tidak sembarang dapat
dilakukan, namun harus memenuhi persyaratan tertentu. Adapun hal-hal yang perlu
mendapat perhatian di antaranya adalah sebagai berikut (rancangan KUHP):
a. Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada
terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara tujuh
tahun.
b. Dapat
dijatuhkan kepada terdakwa mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya.
c. Pengawasan
dilakukan oleh pejabat Pembina dari Departemen Kehakiman yang dapat minta
bantuan kepada pemerintah daerah, Lembaga sosial, atau orang lain.
d. Pejabat
Pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang pengawasan
apabila terpidana melanggar hukum.
e. Apabila
terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan tindak pidana dan
dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara maka pidana
pengawasan berjalan terus.
f.
Apabila terpidana dijatuhi pidana
penjara maka pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana
selesai menjalani pidana penjara.
5. Pidana Denda
Hal yang menarik dalam pidana denda antara lain ditetapkannya
jumlah denda berdasarkan kategori dan pembayaran denda dapat diangsur.
Pokok-pokok pidana denda sesuai dalam rancangan KUHP antara lain :
a. Apabila
tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit seribu lima
ratus rupiah
b. Pidana denda
paling banyak berdasarkan kategori, yaitu :
1. Kategori I,
seratus lima puluh ribu rupiah
2. Kategori II,
tujuh ratus lima puluh ribu rupiah
3. Kategori
III, tiga juta rupiah
4. Kategori IV,
tujuh juta lima ratus ribu rupiah,
5. Kategori V,
tiga puluh juta rupiah
6. Kategori VI,
tiga ratus juta rupiah.
c. Pidana denda
paling banyak untuk korporasi adalah kategori lebih tinggi berikutnya
d. Pidana denda
paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan
:
1. Pidana
penjara paling lama tujuh tahun sampai lima belas tahun adalah kategori V
2. Pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun
adalah kategori denda VI
3. Pidana
paling sedikit adalah kategori IV.
6. Pidana Kerja
Sosial
Jenis pidana kerja sosial sebelumnya juga tidak diatur dalam KUHP.
Dalam penjatuhan pidana selain dipenuhi syaratnya, juga perlu pertimbangan dan
syarat-syarat tertentu, misalnya pidana relatif pendek atau dendanya ringan.
7. Pidana
Tambahan
Pidana tambahan ternyata lebih banyak dibandingkan dengan KUHP, diantaranya
: pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat. Di luar pidana
tambahan itu yang menarik adalah pidana perampasan barang-barang tertentu dan
atau tagihan, serta pidana tambahan bagi terpidana korporasi.
Ketetntuan tersebut adalah :
a. Terpidananya
adalah korporasi
b. Pidana
perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan
c. Penggunaan
putusan hakim
d. Pemenuhan
kewajiban adat
8. Tindakan
Dalam
pengenaan tindakan, pelaku tindak pidana dibagi dua kelompok yaitu : tidak
dapat dan kurang dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan maka tidak dapat dijatuhi pidana. Terhadap yang kurang
dapat dipertanggungjawabkan, pidananya dapat dikurangi atau dikenakan tindakan.
Adapun penyebab tidak dapat dan kurang dapat dipertanggungjawabkan tersebut
adalah sama yaitu menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa, atau retardisi
mental.
Mengenai
bentuk pengenaan tindakan terhadap pelaku sebagaimana dimaksud diatas dapat
berupa ;
a. Perwatan di
rumah sakit jiwa
b. Penyerahan
kepada pemerintah
c. Penyerahan
kepada seseorang
Ayat
2 pasal 103 rancangan KUHP juga mengatur tindakan yang dapat dikenakan
bersama-sama dengan pidana pokok berupa :
a. Pencabutan
surat izin mengemudi
b. Perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
c. Perbaikan
akibat-akibat tindakan pidana
d. Latihan
kerja
e. Rehabilitasi
f.
Perawatan di dalam suatu lembaga
Dari
rumusan pasal 105-112 rancangan KUHP dapat ditengahkan hal-hal pokok berikut :
a. Tindakan
perawatan di Rumah Sakit Jiwa
b. Tindakan
penyerahan kepada pemerintah atau seseorang
c. Tindakan
pencabutan surat izin mengemudi
d. Tindakan
perampasan keuntungan
e. Tindakan
perbaikan
f.
Tindakan latihan kerja
g. Tindakan
rehabilitasi
h. Tindakan
perawatan.
3. Jenis
Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal
Berlakunya
Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak antara lain menetapkan
apa yang dimaksud anak. Undang-undang itu berlaku antara lain telah menetapkan
apa yang dimaksud anak.
Undang-undang
itu berlaku lexspesialis terhadap KUHP. Khususnya yang berkaitan dengan
tindakan pidana yang dilakukan oleh.
Lahirnya
Undang-undang pengadilan anak, nantinya harus menjadi acuan pula dalam
perumusan pasal-pasal KUHP baru berhubungan dengan pidana dan tindakan pada
anak. Dengan demikian, tidak akan terjadi tumpang tindih ataupun saling
bertentangan.
Undang-undang
nomor 3 tahun 1997 menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara naka
nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum
pernah kawin. Yang dimaksud anak nakal adalah :
a. Anak yang
melakukan tindakan pidana, atau
b. Anak yang
melakukan perbuatan yang dinyataka terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyrakat yang bersangkutan.
Menurut undang-undang ini pun dinyatakan bahwa terhadap anak nakal
dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok dan tambahan atau tindakan. Dengan
menyimak pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 diatur pidana pokok atau pidana tambahan
bagi anak nakal.
1. Pidana Pokok
a. Pidana
penjara
b. Pidana
kurungan
c. Pidana
denda,
d. Pidana
pengawasan
2. Pidana
tambahan
a. Perampasan
barang-barang tertentu, dan atau
b. Pembayaran
ganti rugi
3. Tindakan
a. Mengembalikan
kepada orang tua wali, atau orang tua asuh.
b. menyerahkan
kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
c. Menyerahkan
kepada Kementerian Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak
di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
4. Pidana
Penjara
Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara
bagi anak nakal lamanya ½ (satu per dua) dari ancaman pidana orang dewasa atau
paling lama 10 tahun. Kecuali itu, pidana mati dan penjara seumur hidup tidak
dapat dijatuhkan terhadap anak.
5. Pidana
Kurungan
Dinyatakan dalam Pasal 27 bahwa pidana
kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, paling
lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.
Mengenai apakah yang dimaksud maksimum
ancaman pidana kurungan terhadap tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan
yang ditentukan dalam KUHP atau Undang-undang lainnya (penjelasan pasal 27)
6. Pidana Denda
Seperti pidana penjara dan pidana kurungan
maka penjatuhan pidana denda terhadap anak nakal paling banyak juga ½ dari
maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa. Undang-undang pengadilan anak
mengatur pula ketentuan yang relatif baru yaitu apabila pidana denda tersebut
ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
Undang-undang menetapkan demikian sebagai
upaya untuk mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki keterampilan yang
bermanfaat bagi dirinya.
7. Pidana
Bersyarat
a. Pidana
bersyarat dapat dijatuhkan apabila pidana penjara dijatuhkan paling lama 2
tahun
b. Terdapat
syarat umum dan khusus dalam pemberlakuan pidana bersyarat
c. Pengawasan
dan pembimbingan
8. Pidana
Pengawasan
a. Lamanya,
paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun
b. Pengawasan
terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut
dilakukan oleh Jaksa
c. Pemberian
bimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
B. PENJATUHAN
PIDANA DAN PEMIDANAAN
A. Penjatuhan
Pidana Bagi Orang Dewasa
Penjatuhan pidana sebagai proses, selain terikat pada sistem dan
aturan juga melibatkan pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak yang dimaksud adalah
tersangka, terdakwa, Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim dan Penasihat Hukum.
1. Tersangka-Terdakwa
Tersangka
dan terdakwa merupakan sebutan atau status bagi pelaku tindak pidana sesuai
tingkat atau tahap pemeriksaan.
Dinyatakan
oleh pasal 1 butir 14 KUHAP bahwa tersangka adalah seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.
Selanjutnya,
pasal 1 butir 15 KUHAP menyatakan bahwa terdakwa adalah seorang tersangkayang
dituntut, diperiksa, dan diadili di siding pengadilan.
2. Penyidik
Dalam anggapan umum yang disebut penyidik hanya pejabat polisi negara
RI (Polri). Namun secara yuridis formal, tidak demikian ada juga penyidik lain
seperti penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS), jaksa dan perwira TNI AL.
ketentuan tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang
KUHAP dan peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.
a. Penyelidik
Penyelidik adalah pejabat polisi negara RI
Indonesia yang diberikan wewenang oleh Undang-undang untung melakukan
penyelidikan (Pasal 1 butir 4 KUHAP)
b. Penyidik
Tugas Penyidik adalah melakukan penyidikan.
Kegiatan penyidikan merupakan tindak lanjut penyelidikan, yang sedikit banyak
telah menemukan konstruksi peristiwa pidana yang terjadi.
1. Penyidik
Pembantu
2. Penyidik
Tindak pidana Umum
3. Penyidik
tindak pidana Khusus
4. Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
3. Penuntut
Umum
a. Jaksa,
Penuntut Umum, dan Kejaksaan
Dalam KUHAP dijelaskan, jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang
oleh Undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 1 butir
6a).
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oelh undang-undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim (pasal 1 butir 6a
jo. pasal 13)
Kejaksaan
adalah lembaga tempat mengabdi para jaksa.
b. Kewenangan
Penuntut Umum
Kewenangan
Penuntut Umum secara normatif dirumuskan oleh KUHAP melalui pasal 14.
c. Prapenuntutan
Prapenuntutan
merupakan pemberian petunjuk oleh Penuntut Umum apabila ada kekurangan
penyidikan dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
d. Surat
Dakwaan
Apabila
penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyilidikan dapat dilakukan
penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. (vide pasal 140
ayat 1 KUHAP)
e. Penuntutan
dan Tuntutan Pidana
Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan (pasal 1 butir 7 KUHAP)
Proses
penuntutan :
1. Pelimpahan
perkara pidana yang diisertai surat dakwaan pengadilan yang berwenang
2. Pemeriksaan
di sidang pengadilan
3. Tuntutan
pidana
4. Putusan
Hakim
4. Hakim
a. Sekilas
tentang Hakim
Pejabat
pengadilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili disebut
hakim (vide pasal 1 butir 8 KUHAP)
b. Wewenang
Hakim
Landasan
hukum wewenang hakim atara lain dapat dilihat dalam KUHAP, Undang-undang No. 2
tahun 1986, dan undang-undang No. 14 tahun 1970.
c. Kewajiban
Hakim
Sebagai
pegawai negeri sipil Hakim harus mengindahkan 26 buah kewajiban yang tertuang
dalam PP. No. 30 Tahun 1980 tentang peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Pasal 2.
Ketentuan
kewajiban hakim terutama dapat ditelusuri dalam UU. No. 14 Tahun 1970 dan
KUHAP.
d. Putusan
Pemidanaan
Putusan
pemidanaan terjadi apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya (vide pasal 193 ayat 1 KUHAP)
5. Penasihat
Hukum
Undang-Undang
No.8 tahun 1981 menyebutkan bahwa Penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh atau berdasar Undang-undang untuk memberi bantuan
hukum (vide pasal 1 butir 13).
Di
dalam prakteknya ada yang menyebut Penasihat Hukum dengan sebutan advokat,
pengacara, atau pengacara praktek.
B. Penjatuhan
Pidana Bagi Anak Nakal
1. Pengadilan
anak dan Perlindungan anak
Pengadilan
anak memang dibentuk untuk upaya pembinaan dan perlindungan dalam rangka
menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial anak secara utuh,
serasi, selaras, dan seimbang. Oleh karenanya, ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus.
2. Terdakwa dan
Tersangka
Pengertian
anak nakal ada dua kelompok yaitu anak yang melakukan tindak pidana dan yang
melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. (UU. No 3 tahun 1997 pasal 1
butir 2)
Batas
umur anak nakal minimum adalah 8 tahun dan maksimum 18 tahun atau belum pernah
kawin. Sedangkan maksimum untuk diajukan ke sidang anak adalah 21 tahun.
Asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai 18 tahun dan belum pernah
kawin.
3. Penyidik
Anak
Tugas
utama penyidik anak adalah melakukan penyidikan terhadap anak nakal. peraturan
perihal penyidikan anak pada pokoknya termaktub pada pasal 41, 42, 43, 44, dan
pasal 45 Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 yang mengatur masalah penangkapan dan
penahanan.
4. Penuntut
Umum Anak
Pasal
53 ayat 1 UU. No. 3 tahun 1997 menyebutkan penuntutan terhadap anak nakal
dilakukan oleh Penuntut Umum, yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Jaksa
Agung atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.
5. Hakim Anak
Hakim
anak ditetapkan berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul
Ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan tinggi.
Kewajiban
mendasar Hakim anak adalah memberi keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi
anak agar dapat menyongsong masa depannya. Kewenangannya adalah memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara anak.
6. Penasihat
Hukum
Tidak
seperti aparat penegak hukum lain, untuk penasihat hukum kelihatannya tidak
disebut penasihat hukum anak. Pasal 1 butir 13 hanya menyebut penasihat hukum
adalah penasihat hukum sebagiamana dimaksud dalam UU. No. 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
7. Petugas
Kemasyarakatan
Undang-undang
merinci petugas kemasyarakatan menjadi 3 sesuai bunyi pasal 33 UU. No. 3 tahun
1997, yaitu :
a. Pembimbing
kemasyarakatan dari Departemen kehakiman
b. Pekerja
sosial dari Departemen Sosial
c. Pekerja
sosial sukarela dari organisasi sosial kemasyarakatan.
0 komentar:
Posting Komentar