TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA TERHADAP
TINDAK PIDANA ABORSI
(Studi Kasus Perkara Tindak Pidana Aborsi dr. Edward
Armando
Dalam Kasus Pengguguran Kandungan Heny Kusumawati)
Makalah
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
”Hukum Pidana”
Oleh:
Iman Herlambang C51210131
Dosen Pembimbing:
Nafi’ Mubarok, SH, MH.I.
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
1. PENDAHULUAN
Dalam Pasal 28 (a) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi
“setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Mengisyaratkan bahwa konstitusi negeri ini
melindungi hak hidup warga negara, Dengan hak hidup itu negara akan menjaga dan melindungi hak hidup setiap warganya, sehingga negara melalui alat negara penegak
hukum akan bertindak apabila
ada
dan
diketahui
terjadi penghilangan hak
hidup manusia.
Berbanding lurus dengan hal tersebut, seperti
yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 32:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.
dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Selanjutnya mengenai pembunuhan terhadap janin
dalam kandungan, Al Qur’an menjelaskan pada surat Al Isra’ ayat 31
Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.
Di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana) Indonesia pun dikenal adanya ancaman untuk pelaku tindakan penghilangan
hak hidup manusia, dalam hal ini seperti pembunuhan berencana yang dapat
diancam hukuman mati, selain itu ada juga penganiayaan yang menyebabkan
kematian orang lain, termasuk didalamnya pembunuhan yang dilakukan terhadap
bayi yang masih dalam kandungan yang dikenal dengan tindak pidana aborsi.
Di dalam KUHP, pasal-pasal yang membicarakan
tindak pidana aborsi antara lain adalah pasal 299, 346, 347, 348, dan 349, yang
berbicara tentang aborsi yang dilakukan oleh seorang wanita, dokter, ahli, atau
pihak lain yang tanpa ataupun dengan disengaja menggugurkan kandungan seorang
wanita baik melalui persetujuan ataupun tidak dengan persetujuan wanita yang
mengandung tersebut.
Dalam makalah studi kasus ini, penulis berupaya
mengungkap tindak pidana aborsi yang berhubungan dengan pasal-pasal dalam KUHP
tersebut diatas, dengan tujuan untuk mengetahui apakah tindak pidana tersebut
sudah memenuhi syarat sehingga dapat dijatuhkan pidana sesuai dengan ancaman
yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut.
2. POSISI KASUS
Pelaku :
dr. Edward Armando (1) dan Heny Kusumawati (2)
Korban : Bayi dalam
kandungan pelaku (2)
Perbuatan : Pelaku (2) mendatangi pelaku (1) agar
supaya dilakukan operasi aborsi
untuk menggugurkan janin dalam kandungannya yang berusia 2 bulan, selanjutnya
pelaku (1) melakukan operasi aborsi tersebut.
Motif : Pelaku (1) melakukan operasi
aborsi setelah mendapat persetujuan dari pelaku (2)
Waktu :
Kamis, 2 Februari 2011
Tempat : Tempat Praktek pelaku (1), Jalan Dukuh
Kupang Timur X/4, Surabaya
3. LANDASAN TEORI
Menggugurkan kandungan
atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari
janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh[1].
Ketentuan mengenai tindak pidana aborsi dapat dijumpai dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu
pada Pasal 299, Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa
yaitu pada Pasal 346-349 KUHP.
Adapun rumusan selengkapnya pasal- pasal tersebut[2]:
Pasal
299 :
- Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
- Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
- Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
Pasal
347
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal
348
- Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal
349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
Pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan
dalam pasal itu
dapat
ditambah
dengan sepertiga
dan
dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari
pasal-pasal tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa tindak pidana aborsi itu
dilarang dalam hukum pidana Indonesia, dan merupakan tindakan yang illegal
tanpa kecuali, Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa anak dalam kandungan
merupakan subjek hukum sehingga berhak menerima perlindungan hukum.
Oleh karena sudah dirumuskan demikian
sebagaimana pasal-pasal diatas, maka dalam kasus aborsi,
minimal ada dua orang yang terkena ancaman pidana, yakni si wanita sendiri
yang hamil serta barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut menggugurkan kandungannya (pasal 346). Seorang
perempuan yang
hamil
dapat terkena ancaman pidana
kalau ia sengaja menggugurkan kandungan
dengan atau tanpa bantuan orang lain. la juga dapat terkena
ancaman pidana kalau ia minta
bantuan orang lain dengan cara menyuruh orang
itu
untuk menggugurkan kandungannya. Khusus untuk orang lain yang disuruh untuk
menggugurkan kandungan dan ia benar-benar melakukannya, maka baginya
berlaku rumusan Pasal 347 dan 348 KUHP.
Sebagaimana tercantum
dalam pasal 346 dan 348, untuk kasus tindak pidana aborsi tersebut diatas dapat
dirumuskan unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur subjektif : 1. Dengan disengaja
Unsur subjektif : 1. Dengan disengaja
2. Dengan menyuruh orang lain
3. Dengan adanya persetujuan
Unsur Objektif : 1. Menggugurkan atau mematikan
2. Kandungan atau janin
4. ANALISIS
Sebuah
tindak pidana dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi tiga unsur perbuatan
pidana, yaitu;
(1)
perbuatan,
(2)
unsur melawan hukum obyektif, dan
(3)
unsur melawan hukum subyektif.
Dalam
kasus tersebut diatas, dapat disimpulkan telah memenuhi tiga unsur perbuatan
pidana dan dengan hal ini dapat dijatuhi pidana. Unsur-unsur tersebut dapat
dijabarkan dalam penjelasan berikut :
- Unsur perbuatan terpenuhi dengan adanya tindakan dari pelaku (1) yang melakukan aborsi terhadap kandungan pelaku (2) dengan persetujuan pelaku (2), dalam hal ini pelaku (2) juga melakukan tindak pidana yaitu dengan sengaja menggugurkan kandungannya dengan meminta bantuan pelaku (1)
- Unsur melawan hukum obyektif juga telah terpenuhi. Karena tindakan pelaku (1) dan pelaku (2) telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal 346 dan 348 KUHP, yaitu “sengaja”, “dengan persetujuan”, dan “menggugurkan kandungan”.
- “Sengaja” dibuktikan dalam perbuatan tersebut dengan adanya permintaan dari pelaku (2) kepada pelaku (1) untuk menggugurkan kandungannya sendiri.
- “dengan persetujuan” dibuktikan dengan adanya persetujuan antara pelaku (1) dan pelaku (2) untuk menggurkan kandungan pelaku (2)
- “menggugurkan kandungan” maksudnya mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.
- Unsur ketiga, yaitu unsur melawan hukum subjektif, dalam hal ini, yaitu pertanggungjawaban dan kesalahan. Pertanggungjawaban maksudnya adalah kemampuan para pelaku untuk bertanggungjawab, dan tidak memenuhi pasal 44 KUHP. Dalam kasus ini para pelaku memenuhi unsur pertanggungjawaban tersebut. Kesalahan dalam hal ini adalah kesengajaan dan kelalaian, dan dalam kasus ini para pelaku dinilai melakukan kesengajaan.
5. PENUTUP
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Perbuatan dr. Edward Armando dan Heny Kusumawati, yaitu dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan, merupakan suatu perbuatan pidana, karena telah memenuhi tiga unsur perbutan pidana.
- Bentuk perbuatan pidananya adalah aborsi atau menggugurkan janin kandungan, karena adanya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut, yaitu gugurnya janin dalam kandungan tersebut.
- Bagi dr. Edward Armando diancam pidana sebagaimana terdapat pada pasal 348 KUHP, karena bertindak sebagai seseorang yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan.
- Sedangkan bagi Heny Kusumawati dijerat pasal 346 KUHP, karena merupakan wanita yang melakukan tindakan aborsi dengan sengaja dan dengan menyuruh orang lain.
Lampiran
Berita :
SIDOARJO,
KOMPAS.com –
Masih ingat
dengan dr Edward Armando, ‘Raja Aborsi’ yang praktik di Jalan Dukuh Kupang
Timur X/4, Surabaya? Pria yang pernah mendekam di Medaeng itu kembali ditangkap
polisi.
Dokter Edward
Armando (66), diringkus jajaran Polres Sidoarjo, Selasa lalu dengan sangkaan
kembali melakukan praktik aborsi ilegal. Pasien dr Edward diperkirakan lebih
dari 2.000 orang.
“Diperkirakan,
sejak praktik mulai Januari 2008 lalu hingga jelang ditangkap, pasien yang
telah ditanganinya mencapai 2.000 orang lebih,” ujar Kepala Polres Sidoarjo
AKBP M Iqbal didampingi Kasat Reskrim AKP Ernesto Saiser, di Mapolres Sidoarjo,
Kamis (3/2/2011) kemarin.
Dalam
pengakuannya kepada polisi, dr Edward menerima pasien di tempat praktiknya
antara 20-25 orang setiap pekan. Dia tidak pernah mematok tarif tertentu. Tarif
aborsi akan dipungutnya setelah dirinya mengetahui kondisi ekonomi calon
pasiennya. Jika si pasien menyatakan dirinya orang tidak mampu, maka dr Edward
memungutnya maksimal Rp 500.000.
“Karena
mereka (para pasien) mengaku tidak kuat ke dokter spesialis, maka saya
menolongnya,” ucap Edward.
Meski begitu,
polisi menyebut dr Edward memungut tarif antara Rp 1,5 juta - Rp 4 juta.
Diduga, tarif sebesar itu karena calon pasien tidak langsung berhubungan dengan
dr Edward, tetapi melalui anak buahnya yang berperan sebagai calo aborsi
kandungan. “Saya hanya ingin menolong orang kok, tidak korupsi,” kilah dr
Edward soal praktik aborsi yang dijalankannya.
Sepak terjang
dr Edward di dunia aborsi memang sudah dikenal cukup lama. Sejak mendirikan
tempat praktik pada 1995, ia menerima ribuan pasien. Ia pernah dua kali
diperingatkan Departemen Kesehatan, bahkan tiga kali diringkus polisi dan
divonis penjara satu tahun. Namun, semua itu tak membuatnya kapok.
Edward
berdalih, dirinya kerap menolong karena disambangi pasien tidak mampu. Pasangan
suami istri yang ingin menggugurkan kandungan biasanya karena dihimpit ekonomi.
“Mereka datang dengan alasan sudah tidak ingin punya anak, dengan menjalani KB
(keluarga berencana), namun tetap hamil. Disambati (seperti itu ya
saya tolong,” kilah dr Edward.
Saat diringkus
jajaran Satreskrim Polres Sidoarjo, Edward diketahui baru saja mengaborsi
sekitar 10 pasien, lima pasien di pagi hari dan lima lainnya di siang hari.
Salah satunya bernama Heny Kusumawati, mahasiswi sebuah akademi kebidanan di
Malang.
Warga Desa Sukosewu
RT 3/RW 1, Kecamatan Gandusari Blitar itu menggugurkan kandungannya yang
berusia dua bulan, di tempat praktik dr Edward, Selasa pukul 15.45 WIB.
Selain
menetapkan dr Edward sebagai tersangka, polisi akhirnya juga menetapkan Heny
Kusumawati, Rendy Saputra (pacar Heny dan mahasiswa PTS di Malang), serta Eddy
Soemardiono, bapak Rendy Saputra yang turut menyuruh agar Heny menggugurkan
kandungannya, sebagai tersangka. “Serta Abdul Munip, pembantu dr Edward,” beber
M Iqbal.
Gara-gara
Pembantu
Praktik ilegal
dr Edward kembali terbongkar setelah polisi menelusuri kematian Suparlina,
warga Pandugo II/7, Kelurahan Penjaringan Sari, Rungkut, Surabaya, sekitar awal
Januari lalu. Korban tewas dengan kondisi luka pendarahan begitu tiba dan
hendak dirawat di RS DKT Sidoarjo.
Dari sinilah
polisi curiga. Sebab, korban ditinggal begitu saja, saat ditemukan dalam
kondisi tidak bernyawa. “Dari sini kami kemudian meringkus Nining Dwi
Hariyanti, yang mengantar korban ke RS DKT Sidoarjo,” jelas AKP Ernesto Saiser.
Nining, warga
Perum Sidoarjo Indah Permai blok B/7, Sidoarjo lalu dibekuk polisi. Di depan
penyidik, Nining mengaku bahwa dirinya hanya diminta mengantar korban ke RS DKT
oleh adiknya, Nunung Saja Rahayu, warga Perum Taman Pinang Indah Blok D-4/18,
Sidoarjo. “Dan ternyata diketahui korban baru aborsi dengan bantuan Nunung
alias Atik,” imbuh Ernesto.
Atik sendiri
baru diringkus polisi pada Kamis, pukul 14.00 WIB, saat dalam pelariannya
bersama sang suami, Ahmad Suwadi alias Eko, di kawasan Dae Lamando, Kalimantan
Tengah. Pasutri itu diringkus saat hendak menjual mobil yang dibawanya dari
Sidoarjo. “Informasinya, mobil itu dijual untuk buka usaha selama pelarian
mereka,” tandas Ernesto.
Lalu
bagaimana praktik Atik bisa mengarah ke praktik dr Edward? Terungkap jika korban
Suparlina sempat mendatangi praktik dr Edward. Karena usia kandungan Suparlina
lebih dari tiga bulan, dr Edward menolak mengaborsi kandungannya. Saat itulah,
keluarga korban mendapatkan nama Atik dan nomer teleponnya dari anak buah dr
Edward, yakni Abdul Munip, usai ditolak oleh dr Edward.
Sumber Berita : Kompas.com, Jumat, 4
Februari 2011
[1]
www.aborsi.org
[2] KUHP dan KUHAP, Jakarta : Gama Press