G 30 S/PKI, menjadi sarana pemutar balikan fakta oleh beberapa pihak, terutama dengan kaitannya dengan meletusnya perang dingin antara blok barat dan timur.
Peristiwa pemberontakan yang terjadi pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 september, yang digawangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). dengan apik dibuatkan sebuah film berjudul sama dengan peristiwa tersebut yaitu G30S/PKI, disutradai oleh seniman kondang pada masa itu, yaitu Arifin C Noer dan Umar Kayam. Film tersebut memang sengaja dibuat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. contohnya di film tersebut banyak digambarkan suasana rapat PKI, benar-benar seperti rapat pemberontak, dengan kepulan asap rokok yang tak pernah berhenti, suasana ruangan yang remang dan hanya disinari sedikit cahaya. padahal sejatinya fakta berbicara seperti yang diungkap oleh Sri Sulistyawati seorang mantan aktivis Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang saat itu dekat dengan partai komunis tersebut. mereka yang dari PKI sangat berdisiplin, poligami dan merokok adalah hal yang sangat dilarang diantara mereka."Film G30S PKI itu adalah fiksi dan mengandung pembohongan pada masyarakat karena berangkat dari skenario sutradara (Arifin C. Noer), film yang murni menceritakan kejadian sesungguhnya dibalik tragedi kemanusiaan 65 adalah film dokumenter. Sedangkan monumen Lubang Buaya (monumen Pancasila Saksi) juga sama karena berdasarkan hasil visum tidak ada itu yang namanya jendral disilet-silet oleh Gerwani,"ujar Putu Oka Sukanta, korban 65 dan Sastrawan Lekra di masa Orde Lama
Mengingat bahwa peristiwa ini menjadi sorotan utama sehingga menjadi bahan wajib untuk pelajaran sejarah di berbagai tingkat pendidikan, tetapi sungguh disayangkan fakta fakta yang diungkap dan diajarkan lewat buku-buku sejarah tersebut adalah hanya kebohongan semata dan hanya menjadi pembodohan masal bagi rakyat Indonesia.
Sejarah berbicara pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, dimana beliau lebih cenderung berpihak kepada Uni Soviet yang mempunyai asas pemerataan melalui faham sosialisnya, ketimbang mengikuti faham sekuler yang mengajarkan liberalisasi ala barat yang diusung oleh seteru abadi Uni Soviet yaitu Amerika Serikat. Atas dasar hal tersebut, keberadaan PKI menjadi sangat penting dalam percaturan politik Presiden Soekarno pada saat itu. tidak lain hal ini dilakukan agar kesan yang muncul di politik Internasioanl adalah Indonesia tidak mudah menerima pengaruh Amerika.
Kembali ke Film, di film tersebut muncul istilah Dewan Jenderal, tidak lain adalah para Panglima Jenderal TNI Angkatan Darat yang berupaya mengkudeta Presiden Soekarno, hal ini diketahui oleh PKI yang notabene adalah pendukung kuat Presiden Soekarno. Maka untuk menggagalkan aksi kudeta oleh para Panglima tersebut direncanakan aksi penculikan dan pembunuhan atas para panglima tersebut oleh PKI yaitu yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Sekarang muncul pertanyaan Soeharto disinyalir mengetahui aksi yang dilakukan oleh PKI tersebut, tetapi mengapa hanya diam? beberapa sumber menyatakan bahwa Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima kostrad dan bukan siapa siapa juga mempunyai kepentingan agar namanya melambung dan akhirnya terbukti, Dia biarkan aksi PKI tersebut terjadi dan akhirnya dia yang ditunjuk untuk menumpas gerakan pemberontakan PKI tersebut. dan fakta berbicara dia menjadi penguasa negeri ini setelah peristiwa tersebut.
Persaingan antara blok Barat dan blok Timur juga menjadi faktor lain terjadinya "konspirasi" pemberontakan G30S/PKI ini, diberitakan oleh majalah Gatra, yang mengungkap dokumen CIA tahun 1965, disebutkan ada pengaruh besar dari CIA, badan intelejen Amerika dalam merekayasa terjadinya pemberontakan ini. apalgi banyak sekali dokumen-dokumen rahasia yang sengaja disembunyikan agar rekayasa pemberontakan ini terjadi. Dalam dokumen CIA disebutkan bahwa Kapuspen Hankam dan bekas ajudan Bung Karno, Jendral Sugandhi, pada 27 September 1965 diberi tahu oleh Sudisman tentang rencana PKI tanggal 30 September 1965. Sugandhi memberi tahu Bung Karno tentang hal tsb namun Bung Karno malah menuduh Sugandhi sebagai komunisto phobi. Menanggapi hal ini, Manai Sophiaan mantan Sekjen PNI dan Dubes RI untuk Moskow berkata: Dalam buku saya (Kehormatan Bagi Yang Berhak: Bung Karno Tidak Terlibat G 30 S/PKI), saya menyebutkan pertemuan Sudisman dan Sugandhi 27 September 1965; tapi saya meragukan isi pembicaraan mereka. Masa iya orang kedua PKI berbicara masalah penting dengan orang yang tidak dipercayainya sepenuh hati. Itu kan riskan dan tak masuk akal. Sugandhi memang datang ke istana untuk melapor tapi Sugandhi keburu dimarahi dan diusir Bung Karno sebelum memberikan laporannya. Saya yakin Bung Karno tidak mengetahui rencana G 30 S/PKI!! Saya ingat betul justru para diplomat AS berperan sebagai agen CIA; misalnya Robert J. Martens yang mengungkapkan nama 5000 anggota PKI kepada TNI AD.
Prof George Mc. T Kahin, ahli Indonesia dari Cornell University AS, mengatakan bahwa pengungkapan peristiwa G 30 S/PKI sangat sulit karena banyak dokumen yang tersembunyi. Prof. Kahin bahkan mensinyalir keterlibatan dinas rahasia Inggris M16 karena Inggris berkepentingan menggulingkan Bung Karno karena politik Ganyang Malaysianya. Dr. Taufik Abdullah, sejarawan LIPI mengatakan bahwa dokumen CIA bukanlah jaminan kebenaran sejarah. Dua tahapan sebagai prasyarat penting bagi pengujian suatu dokumen haru dilewati yaitu: tahapan pengujian internal (diuji logika uraiannya) dan secara eksternal (diuji kebenarannya dengan cara empiris dan diuji dengan fakta dari dokumen sahih lainnya). Menurut Dr. Taufik Abdullah dokumen berstempel CIA belum tentu lulus tahapan ujian diatas.
Sumber :
Majalah Gatra tahun oktober 1995
Majalah Tiras Oktober 1995
berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar