Mensinergikan Nilai-Nilai Pancasila ke Dalam Nilai-Nilai Keislaman

Pancasila
Jika diperhatikan secara mendalam, suatu bangsa dapat hidup dan berkembang dengan integritas dan kepribadiannya yang kuat apabila memiliki suatu pandangan hidup yang dimengerti, dihayati, dan diamalkan sehari-hari oleh warga negaranya. Pandangan hidup atau ideologi tersebut sudah barang tentu dirumuskan dari sifat-sifat fundamental serta nilai-nilai luhur yang merupakan jiwa bangsa, tercermin ke luar sebagai kepribadian bangsa dan terjabar dengan bahasa yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh warga bangsanya. Kerena dengan demikian, diharapkan pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai luhur tersebut bermanfaat untuk hidup sehari-hari dan diamalkan dengan cara yang benar.
Sedang jiwa dan kepribadian yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia adalah pancasila yang secara formal sebagai dasar negara yang sah dan diakui sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar (UUD) 1945.
Namun seiring berjalannya waktu, jiwa dan kepribadian bangsa ini seakan nampak kabur. Pergaulan dan pendidikan -yang seharusnya menciptakan kemampuan dan kecakapan- telah membuat stressing dalam pencapaian nilai-nilai tersebut terpecah-belah. Karena itu, diperlukan suatu pembahasan mendalam dan pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila di dalamnya-agar nantinya, ia dapat tercermin secara utuh dalam kehidupan warga bangsanya.

NILAI-NILAI DALAM PANCASILA

Pada dasarnya, sesuatu itu mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna. Hal seperti ini dapat dilihat dari segi manfaat, dan dapat dinilai benar (nilai kebenaran), baik (nilai moral), indah (nilai estetis), religious (nilai agama).
Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai ke dalam tiga kelompok. Pembagian ini menempatkan segi kegunaan sebagai asas pertama tentan nilai, yaitu:
  1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna secara nampak terhadap jasmani manusia.
  2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatan atu aktifitas
  3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan menjadi empat macam:
  • Nilai kebenaran yang bersumber pada akal manusia (cipta)
  • Nilai kebaikan yang bersumber pada kehendak manusia (karsa)
  • Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa manusia (perasaan)
  • Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan dan bersumber pada kepercayaan
Berdasarkan uraian atau klasifikasi nilai-nilai di atas, dapat diketahui bahwa baik benda material ataupun non-material sama-sama mempunyai nilai. Bahkan sesuatu yang non-material atau rohaniyah itu dapat mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi manusia.
Nilai material dapat diukur dengan mudah, yaitu menggunakan alat-alat pengukur yang bersifat material juga. Nilai kerohanian tidak semudah nilai material karena menggunakan tolok ukur budinurani manusia. Hal ini lebih sulit lagi apabila dipermasalahkan. Apakah ada perwujudan budi-nurani manusia yang universal.
Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat rohaniah menggunakan budi nurani, dibantu oleh indera, akal, kehendak, perasaan, dan oleh keyakinannya. Sampai sejauh mana kemampuan dan peranan alat-alat bantu ini bagi manusia dan menentukan penilaiannya tidak sama bagi manusia yang satu dengan manusia yang lain. Jadi tergantung kepada manusia yang melakukan penilaian itu.
Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam segala perbuatannya. Hal ini tidak terlepasdari kenyataan, bahwa ada orang-orang yang dengan sadar berbuat lain ari kesadaran nilai dengan alasan yang lain pula.
Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai ini dijabarkan dalam benttuk kaidah/norma/ukuran (normatif), sehingga merupakan suatu perintah, keharusan, anjuran bagi segala sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, atau merupakan merupakan larangan, celaan bagi segala sesuatu yang tak benar. (catatan kaki)
Dalam hubungannya dengan pengertian nilai sebagaimana di atas, maka pancasila tergolong mempunyai nilai-nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian, nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, ataupun nilai vital. Hal ini dapat dilihat pada susunan sila-sila pancasila yang sistematis-hierarkis, yang dimulai dari sila ketuhanan yang maha esa sampai pada sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat obyektif dan subyektif. Sifat obyektif karena sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal. Sifat subyektif karena sebagai sebuah hasil pemikiran Indonesia.
Sifat obyektif dari nilai-nilai pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Rumusan dari sila demi sila tersebut berintikan pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang bersifat abstrak, umum universal yang berdasakan pada pengertian adanya tuhan.
  2. Inti dari nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam adat, budaya, dan kehidupan keberagamaannya. Hal ini disebabkan karena di dalam pancasila terkandung hubungan hidup kemanusiaan mutlak harus ada (hubungan vertikal dan horizontal)
  3. Pancasila yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang bersifat fundamental sehingga iapun menjadi suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarki suatu tertib hukum yang tertinggi. Maka secara obyektif akan melekat pada kelangsungan hidup negaranya dan tidak dapat diubah, sebab sebagai konsekuensinya jikalau nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 diubah maka sama halnya dengan pembubaran negara poklamasi 1945, hal ini terkandung dalamketetapan MPRS No. XX/MPR/1973.Jo. Tap. No. IX/MPR/1978.

Sebaliknya, nilai-nilai subyektif pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengetian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Nilai-nilai pancasila timbul secaa materialis atau hasil penilaian dan hasil pemikiran falsafati dan refleksi filosofis bangsa Indonesia.
  • Nilai- nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaandalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
  • Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung 4 nilai kerohanian sebagaimana diuraikan di muka, yang merupakan manifestasi dari hakekat sifat budi nurani bangsa Indonesia.
  • Nilai-nilai  pancasila tersebut bagi bangsa Indonesia menjadi suatu landasan bagi kehidupan keseharian meeka dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, ia adalah das sollen (cita-cita kebaikan) yang berusaha untuk diwujudkan (das sein).

NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI  NILAI  FUNDAMENTAL

Nilai-nilai pancasila sebagai ideologi yang sah negara Indonesia hakikatnya mengandung segala aturan utuh kehidupan bebangsa dan bernegara yang ada di dalamnya. Suatu sumber dari segala sumbe-sumber hukum yang ada, yang kemudian diabstraksikan menjadi lima sila dan secara yuridis telah ditetapkan berdasarkan ketetapan No. XX/MPRS/1966.
Nilai-nilai pancasila yang tekandung dalam pembukaan UUD 1945 tersebut menjadi acuan yang fundamental, yang selanjutnya mengandung empat pokok pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dai nilai- nilai pancasila.
Pokok pikian petama mengandung makna persatuan antar segenap bangsa dan seluruh tumpah darah manusia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga
Pokok pikian kedua adalahperwujudan negara yang adil, merata pada seluruh lapisan masyarakat rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan anak-anak bangsa, ikut melaksanakan dan mewujudkan ketertiban dan kedamaian dunia. Pokok pikiran ini senada dengan penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi negara bedasarkan pada kedaulatan rakyat, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Ini merupakan cerminan dari sila keempat
Pokok pikian keempat adalah bahwa negara berasaskan pada prinsip ketuhanan, yang karenanya harus diperlakukan secara adil menurut dasar kemanusiaannya. Hal ini mengandung suatu keterkaitan erat bahwa negara sangat menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan dan interaksi kehidupan bernegara. Sesuai dengan apa yang dimaksud pada sila pertama dan kedua.
Dari keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sila-sila pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi bentuknya dijelmakan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain bahwa penjabaran sila-sila pancasila dalam peraturan  perundang-undangan bukanlah secaa langsung dari sila-sila pancasila, akan tetapi melalui pembukaan UUD 1945. Empat pokok pikiran tersebut baru kemudian dikongkritisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945. Selanjutnya dapat dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan secara hukum positif di bawahnya.
Dalam pengertian inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.

MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA

SILA PERTAMA : KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa merefleksikan suatu pernyataan akan kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Yang Maha Tunggal, sebab pertama (causa prima), Maha Kuasa dan lain-lain sifatNya Yang Maha Sempurna. Ketaqwaan bangsa Indonesia ajaran-ajaranNya. Karena itu bangsa indonesia percaya bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan memberi bimbingan dalam segala gerak cara dan wujud masyarakat yang makmur dan berkeadilan sosial yang dicita-citakan.
Dalam konteks Indonesia, dengan menerima Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu sila, kita mengungkapkan keyakinan, bahwa negara terbentuk berdasarkan kodrat sosial manusia yang diciptakan Tuhan. Tuhan menghendaki agar manusia membentuk negara guna mewujudkan nilai dan keutamaan sosial yang harus tumbuh diantara makhluk-makhluk ciptaanNya.
Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga dinyatakan oleh bangsa Indonesia di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi : “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Hal ini mengandung suatu pengertian, bahwa kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia semata-mata bukan sekedar hasil perjuangan, lebih dari itu sesungguhnya karena berkat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Pada sila pertama ini mengandung ajaran ketauhidan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 163 :
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.

Juga dalam surat Al Ankabut ayat 46 :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".

Sila ketuhanan ini sangat berharga bagi kita yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa. Sila pertama ini mencanangkan “kepercayaan dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. sila ini memberi tempat yang terhormat kepada agama. Ia menjamin eksistensi nyata kehidupan umat beragama, dan memberi keleluasaan untuk pembangunan agama yang sehat. Ia menjamin kebebasan umat beragama untuk “beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Ia memberikan negara indonesia suatu ciri khas yang secara negatif dapat dirumuskan tidak bersifat teokratis, tetapi tidak sekular.
Dengan adanya sila ini menjadikan pancasila merupakan filsafat yang religius, yang berarti bahwa pancasila mengandung asas teisme (kepercayaan kepada tuhan).  Bahkan bila dipandang dari segi hieraki sistematika pancasila, maka sila Ketuhanan yang Maha Esa menduduki sila I dan utama.
Sepanjang sejarah kehidupan Indonesia, mereka hidup dengan tata kehidupan yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, melalui proses zamannya ( animisme, dinamisme, politeisme, islam, kristen, dan lain-lain ). Secara sosio budaya kehidupan demikian telah menjamin kelangsungan bangsa indonesia. Maka representasinya dalam konteks realistis sosiologis dirumuskan dengan kalimat : Ketuhanan yang Maha Esa sebagai sila. Ini berarti bahwa seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupannya ber-Tuhan yang Maha Esa, yang terbukti dengan peribadatan dan atau ritual tertentu sebagai perwujudan hidup beragama. Kenyataan sosial budaya ini sebagai das sain, lalu dijadikan suatu norma dan tata kehidupan ideal (das sollen) yang termaktub sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai berikut :
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa”
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
Dari diktum konstitusi itu, ternyata bahwa asas Ketuhanan yang Maha Esa adalah perwujudan dan kepercayaan yang religius disertai konsekuensi asas kepercayaan itu,  yakni perwujudan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Esa.
 Dalam kehidupan sehari-hari. Sila Ketuhanan yang Maha Esa pertama-tama harus dipraktekan. Tidak cukup kita memuja-mujanya dengan kata-kata saja. Tetapi mewujudkanya dalam praktek hidup. Secara konkret, umat beragama perlu ikut serta membina kehidupan bersama bangsa Indonesia berdasarkan atas Bhineka Tunggal Ika. Semua perlu membina toleransi antar golongan dalam masyarakat Indonesia. Juga sikap saling  menghargai dalam suasana tenggang rasa dan tepa saliro.
Sehubungan dengan ini perlu diperhatikan penjelasan atas bab II angka 1. P4, bahwa : “dengan rumusan sila Ketuhanan yang Maha Esa, tidak berarti bahwa negara memaksa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipisahkan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya”.
Dikatakan pula bahwa kebebasan agama merupakan salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak manusia karena kebebasan beragana itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Hak kebebasan beragama itu bukan pemberian negara atau pemberian golongan.
Maka sesuai dengan p4 perlu dikembangkan sikap hormat dan menghormati dan kerjasama antara pemeluk-pemeluk dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa.    
Dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa ini pancasila sebagai sistem filsafat secara formal, material, ideal, dan fungsionalnya, adalah sistem filsafat yang religius. Sebab isi dan wujudnya secara instrinsik memang mengandung watak dan inti keagamaan. Sebab Ketuhanan yang Maha Esa adalah inti agama dasar kepercayaan.  
Kerena agama menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan yang dipercayai dan diyakini, maka kita mengembangkan dan memelihara kebebasan yang bertanggung jawab supaya semua warga negara kita yang beragama dan berkepercayaan dapat menjalankan ibadah dengan leluasa sesuai dengan peraturan dan adat kebiasaan masing-masing. Sebagai konsekuensi praktis sila pertama hendaknya berusaha sekuat tenaga membina kerukunan dan sikap saling menghormati serta kerjasama. Dengan demikian kita ikut memberikan sumbangan sehingga semua warga negara semakin menikmati kebebasan yang terjamin oleh undang-undang. Tidak seorangpun di tanah air kita ini perlu merasa dihimpit oleh tekanan orang lain atau golongan masyarakat manapun.
Pengamalan sila Ketuhanan yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tanggung jawab bersama dari seluruh golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakkan landasan spritual, moral, dan etik yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.

SILA KEDUA : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Perkataan “kemanusiaan” dalam sila kedua ini, berarti: sifat-sifat manusia yang menunjukkan ciri-ciri khas atau identitas manusia itu sendiri. Seperti sifat manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi, yang memiliki kemampuan cipta, rasa dan karsa, dan lain-lain sifat yang luhur. Maka “Kemanusiaan Indonesia” seperti yang dimaksud sila kedua secara keseluruhan mempunyai arti: bahwa sifat manusia (Indonesia) adalah memperlakukan manusia lain secara adil, tidak sewenang-wenang, perlakuan hanya bisa dilaksanakan karena telah mencapai peradaban yang sudah tinggi nilainya. Itulah sebabnya manusia (Indonesia), untuk senantiasa menjujung tinggi norma-norma hukum dan moral hingga memperlakukan sesama manusia, bahkan makhluk-makhluk hewani secara adil dan beradab, menurut norma tersebut.
Pasal-pasal dalam batang tubuh UUD 1945 mewujudkan sila kedua ini lebih konkrit mengenai hak-hak asasi warganegara dan penduduk seperti tercantum dalam pasal 27, 28, 29, 30, 31, dan 34 yang antara lain berbunyi : tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan/penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, berhak atas jaminannya kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan akal.
Pengamatan manusia terhadap semua makhluk yang ada hingga dewasa ini, dapat kita simpulkan bahwa manusia adalah makhluk tertinggi karena martabat kemanusiaannya (human dignity). Kreasi manusia yang berasal dari pada aktivitas akalnya adalah sebagian daripada bukti kapasitas manusia yang luar biasa. Kontruksi manusia phisis dan psikologis merupakan perwujudan yang terbaik daripada mahkluk-makhluk yang ada. Dengan rasionya manusia berfungsi sebagai makhluk kreatif yang memiliki potensi berkembang terus menerus.
Dalam sila kedua ini mencerminkan nilai kemanusiaan dan bersikap adil, hal ini diperintahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dalam butir-butir nilai pancasila untuk pedoman, penghayatan, dan pengamalan pancasila,  telah memuat nilai sila kedua ini dalam konteks kemanusiaan, seperti : mengakui memperlakukan sesama manusia dengan harkat dan martabat yang sama di hadapan Tuhan yang Maha Esa, diakuinya persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban tanpa membedakan latar belakangnya, sikap saling mencintai, sikap tenggang rasa dan tepa salira, sikap tidak semena-mena terhadap orang lain, menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, dan merasa bangsa Indonesia adalah bagian dari seluruh umat manusia.
Pengamalan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional adalah tujuan nasional yang ditegaskan dalam alinea IV pembukaan UUD 1945, yang menjadi cita-cita kemerdekaan negara republik Indonesia, cita-cita bangsa Indonesia tidak mungkin tercapai tanpa pembangunan. jadi hanya pembangunanlah sarana untuk mencapai cita-cita yang mulia, yang sekaligus menjadi tujuan nasional tersebut. maka dalam hal ini pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yang antara lain mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warga negara, serta penghapusan penjajahan, kesengsaraan, dan ketidakadilan dari muka bumi.
Pembukaan UUD 1945 mempunyai beberapa pokok pikiran, dan salah satunya adalah menyatakan bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. negara Indonesia bukan negara atheis, tetapi bukan negara teokrasi. negara indonesia menjungjung tinggi keberadaan semua agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan hal ini merupakan perwujudan dari sila ke-1 dan sila ke-2 pancasila.
Atas dasar kepercayaan dan keyakinan inilah, maka pengakuan bangsa Indonesia terhadap hak-hak asasi manusia, yang hakikatnya bersumber pula pada prinsip Ketuhanan yang Maha Esa, yang sebagi pencipta manusia di dunia ini yang telah membekalinya dengan sejumlah hak-hak asasi semenjak ia dilahirkan, seperti hak hidup, hak menyatakan pendapat, hak untuk mencapai tingkat hidup yang lebih layak, dan hak-hak yang lainnya. hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dimiliki manusia secara kodrati, ini berarti bahwa hak itu merupakan anugerah Tuhan yang Maha Esa kepada manusia. Dan kesadaran akan jaminan persamaan hak asasi dalam mengakui hak sesama manusia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, adil dan sejahtera adalah bentuk pengamalan dari sila kedua yaitu, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Inti sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara, kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis, terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara yang hanya menekankan sifat mahluk sosial, yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan. Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk sosial secara serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekankan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi rohaninya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.

SILA KETIGA : PERSATUAN INDONESIA
Persatuan di Indonesia berarti persatuan bagi bangsa Indonesia yang mendiami wilayah Indonesia. Dalam konteks ini, dinyatakan bahwa rakyat Indonesia yang secara keseluruhan mempunyai wilayah tersendiri di atas bumi ini yang dijadikan tempat bernaung sebagai tanah air dan tumpah darahnya.
Sila ketiga merupakan suatu ajaran persatuan serta kebersamaan serta tidak bercerai-berai, sebagaimana ajarkan Allah dalam surat Al-Imron ayat 103 :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.

Pesatuan di Indonesia dalam sejarahnya  diilhami dengan adanya peristiwa Sumpah pemuda sebagai salah satu bentuk bukti kesadaran para pemuda dalam menegakkan pesatuan bagi bangsa Indonesia, kebulatan tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “ kemudian tercermin dalam ikrar "Sumpah Pemuda" yang dipelopori oleh pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang berbunyi:
  • Pertama. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air Indonesia.
  • Kedua. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.
  • Ketiga. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea II disebutkan bahwa “ perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Berdasarkan pernyataan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut maka pengertian “ Persatuan Indonesia “ dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan keberhasilan perjuangan rakyat Indonesia. Persatuan merupakan suatu syarat yang mutlak untuk terwujud suatu negara dan bangsa dalam mencapai tujuan bersama. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia peranan persatuan Indonesia masih tetap memegang kunci pokok demi terwujudnya tujuan bangsa dan negara Indonesia. Oleh kerena itu pengertian Persatuan Indonesia sebagai hasil yaitu dalam wujud persatuan wilayah, bangsa, dan susunan negara, namun juga bersifat dinamis yaitu harus senantiasa dipelihara, dipupuk, dan dikembangkan.
Jadi makna “ Persatuan Indonesia “ adalah bahwa sifat dan keadaan negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat satu. Sifat dan keadaan negara Indonesia yang sesuai dengan hakikat satu berarti mutlak tidak dapat dibagi, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan suatu negara yang berdiri sendiri memiliki sifat dan keadaannya sendiri yang terpisah dari negara lain di dunia ini. Sehingga negara Indonesia merupakan suatu diri pribadi yang memiliki ciri khas, sifat dan karakter sendiri yang berarti memiliki suatu kesatuan dan tidak terbagi-bagi. Makna “ Persatuan Indonesia “dibentuk dalam proses sejarah yang cukup panjang sehingga seluruh bangsa Indonesia memiliki suatu persamaan nasib, satu kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah serta satu kesatuan asas kerokhanian Pancasila yang terwujud dalam persatuan bangsa, wilayah, dan susunan negara.
Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan fisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.
Inti sila persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat Negara dengan hakikat dan sifat-sifat satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia yang pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak tidak terbagi-bagi, merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi sendiri, yang mempunyai bentuk dan susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-sifat dan keadaan sendiri. Kesuaian Negara dengan hakikat satu tersebut meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik yang bersifat jasmaniah maupun rohani, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan. Hal itu antara lain meliputi rakyat yang senantiasa merupakan suatu kesatuan bangsa Indonesia, wilayah yaitu satu tumpah darah Indonesia, pemerintah yaitu satu pemerintahan Indonesia yang tidak bergantung pada Negara lain, satu bahasa yaitu bahasa nasional indoneisa, satu nasib dalam sejarah, satu jiwa atau satu asas kerohanian Pancasila. Kesatuan dan persatuan Negara, bangsa dan wilayah Indonesia tersebut, membuat Negara dan bangsa Indoneisa mempunyai keberadaan sendiri di antara Negara-negara lain di dunia ini.

SILA KEEMPAT : KERAKYATAN YANG  DI PIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKILAN
Kerakyatan, berasal dari kata rakyat, berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah terentu. Kerakyatan berarti bahwa kekuasaan tertingi berada ditanan rakyat, disebut juga kedaulatan rakyat (rakyat yang berdaulat dan berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah).
Hikmat kebijaksanaan, berarti penggunaan pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan perstuan, kesatuan bangsa, kepentingan rakyat yang dilaksanakan secara sadar, jujur, dan bertanggung jawab.
Permusyawaratan, artinya suatu tata cara yang khas sebgai kepribadian Indonesia untuk merumuskan sesuatuhal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang berdasarkan kemuakatan.
Perwakilan, artinya suatu system dalam arti tata cara untuk mengusaakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupn bernegara, antara lain dilakukan melalui perwakilan.
Rakyat dalam NKRI menjalankan keputusannya dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat dan penuh tangung jawab dari pemimpin yang proesional, baik kepada Tuhan yang Maha Esa, maupun kepada rakat yang diwakilinya .
Nilai filosofis yang terkandung di dalam pancasila adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan  sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu, yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Oleh karena itu didalam pancasila terkandung nilai-nilai kerakyatan, antara lain :
Kedaulatan negara adalah ditangan rakyat,
Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksnaan yang dilandasi akal sehat,
Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewjiban yang sama,
Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat,
Nilai kerakyatan ini diliputi dan dijiwai sila ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan.
Dalam sila keempat ini mencerminkan harus adanya hubungan yang erat antara rakyat dan pemerintahan dengan adanya musyawarah bersama, seperti yang disebutkan dalam firman Allah Surat Shaad ayat 20 :
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
"Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan."

Dan Surat Al-Imron ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

SILA KELIMA : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam segenap bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.
Seluruh rakyat Indonesia, artinya setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia baik yang tingal di Indonesia ataupun dinegara lain. Jadi setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dan seimbang dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Dalam sila kelima terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara dan nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Maka konsekuensinya adalah nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup adalah :
  • Keadilan distribusif, yaitu suatu hubungan keadilan antara Negara terhadap warganya
  • Keadilan legal, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dan dalam hal ini pihak wargalah yang wajib memnuhi keadilan dalam menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara
  • Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga yang satu dengan yang lainnya secara timbal balik.
Dan dalam sila kelima ini terkandung nilai-nilai keadilan yang berdasarkan pada firman Allah Surat An-Nahl ayat 90 :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".

Daftar Pustaka:

Dr.H Kabul Budiyono, M.Si. Pendidikan Pancasila (Bandung, Penerbit Alfabeta,2009)
Alex Lanur , Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka  ( Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1995)
Drs. Burhanuddin Salam, Filsafat Pancasialisme ( Jakarta, Bina Akrasa, 1988)
http://kuliahade.wordpress.com/2010/07/30/pancasila-penjelasan-sila-sila/
http://masalimaruf.blogspot.com/2010/01/peran-persatuan-indonesia-dalam.html
Pandji Setijo, Prespekti Sejarah Perjungan Bangsa, ( Jakarta, Grasindo, 2010 )
Prof. Dr. Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila, ( Yogyakarta, Paradigma, 2008 )
Noor MS. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan(Liberty, Jogjakarta 1997 )cet.II
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)


Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

1 komentar:

  1. In this fashion my associate Wesley Virgin's biography starts with this shocking and controversial VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the army-and soon after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" secrets that the government and others used to get everything they want.

    THESE are the exact same SECRETS tons of celebrities (notably those who "became famous out of nowhere") and elite business people used to become wealthy and famous.

    You've heard that you use less than 10% of your brain.

    Mostly, that's because the majority of your brain's power is UNCONSCIOUS.

    Perhaps that thought has even taken place IN YOUR own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head seven years back, while riding an unlicensed, beat-up garbage bucket of a car without a driver's license and $3 in his pocket.

    "I'm absolutely fed up with living payroll to payroll! Why can't I turn myself successful?"

    You've been a part of those those types of conversations, isn't it so?

    Your very own success story is going to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.

    Take Action Now!

    BalasHapus